Posted on

PROVINSI PASUNDAN ; Sebuah Nama Baru Sebagai Upaya Meredam Semangat Politik Identitas Dan Primordialisme Di Jawa Barat


“Pengamatan sederhana yang ingin penulis sampaikan adalah bahwa perubahan nama Provinsi Jawa Barat menjadi Provinsi Pasundan merupakan upaya penyelamatan multi aspek kehidupan bermasyarakat di Jawa Barat terhadap sikap -sikap politik identitas dan primordialis, yang terus menggerus keutuhan dan kesatuan wilayah yang terdapat di Provinsi Jawa Barat”

Jakarta,  5/4/2011

PENDAHULUAN

Melalui sebuah artikel yang penulis baca di www.okeZone.com , yang mengabarkan tentang wacana perubahan nama Provinsi Jawa Barat menjadi Provinsi Pasundan, sebagaimana kutipan berita dibawah ini. Sejumlah tokoh dan sesepuh Jawa Barat telah  berkumpul di Wisma Karya, Kabupaten Subang, pada Kamis (29/10/2009), guna menggelar Deklarasi Provinsi Pasundan untuk menggantikan sebutan Jawa Barat.

Dalam Deklarasi Provinsi Pasundan itu sejumlah tokoh Jawa Barat pun turut hadir, seperti Dede Yusuf, Iwan Sulandjana, Dadang Garnida, Sholihin GP, Acil Bimbo dan beberapa nama lain diagendakan hadir dalam acara bertajuk Paceng Dina Galur Ngajaga Sarakan. Di tempat terpisah, Sekretaris Umum Pangauban Ki Sunda, Dewi Komala menyatakan, deklarasi tersebut sebagai upaya untuk mengembalikan dan mempertegas identitas, yaitu dengan mengganti nama Jawa barat menjadi Provinsi Pasundan,”  Salah satu yang mendasari pergantian nama dari Jawa Barat menjadi Provinsi Pasundan, kata Dewi, selain mempertegas identitas masyarakat Pasundan juga untuk mengikat budaya yang dalam beberapa tahun terakhir ini mulai terkikis dan sulit didapati di daerah asalnya, akibat masuknya budaya global.

Dewi menegaskan, penggantian nama wilayah, sudah biasa terjadi di Indonesia dan tidak bertentangan dengan kaidah hukum. Dia mencontohkan, pada beberapa tahun lalu ada beberapa provinsi yang mengubah namanya. Seperti Papua menjadi Irian Jaya dan Aceh menjadi Nangroe Aceh Darussalam. Apalagi menurut dia, pergantian nama itu tidak akan mengubah jumlah kabupaten/kota.

“Kita hanya menginginkan nama Jawa Barat diganti menjadi Pasundan, jadi tidak akan merubah tatanan pemerintahan atau jumlah kabupaten/kota. Dan sebelum ini kita sudah berkeliling ke beberapa tokoh Sunda, mereka sependapat dan menginginkan ada pergantian nama menjadi Pasudan,” jelasnya. (www.okeZone.com ; Tokoh Jabar Siapkan Deklarasi Provinsi Pasundan ; Kamis, 29 Oktober 2009 ; Oleh :Annas Nasrullah/Koran SI/ful)

Informasi di atas, menurut penulis adalah sebuah gambaran terjadinya dinamika politik lokal yang tengah berlangsung di Jawa Barat saat ini. “Pengamatan sederhana yang ingin penulis sampaikan adalah bahwa perubahan nama Provinsi Jawa Barat menjadi Provinsi Pasundan merupakan upaya penyelamatan multi aspek kehidupan bermasyarakat di Jawa Barat terhadap sikap -sikap politik identitas dan primordialis, yang terus menggerus keutuhan dan kesatuan wilayah yang terdapat di Provinsi Jawa Barat”.

Dari pokok pikiran tersebut penulis merasa tertarik untuk mengetahui lebih jauh apa latar belakang sesunguhnya sehingga Jawa Barat saat ini dihadapkan dengan polemik – polemik disintegrasi di tingkat daerah pasca dua momentum besar dalam sejarah pemerintahan dan teritorial Provinsi Jawa Barat, yakni “Saat Banten terpisah dan menjadi Provinsi baru, Th 2002” dan kemudian yang terbaru “Desakan untuk pembentukan Provinsi Cirebon”.

TEORI- TEORI

Interpretasi  politik identitas

§ Hoover: Individuals… a connection to political projects based on elements that are very basic to their self-conceptions. Members of these groups see them selves as having in common certain important characteristics that set them apart from the larger population-a commonality that is based on difference

§ Williams, 1998;Young, 1990; Taylor,1994: kolektifitas orang-orang yang muncul karena adanya ikatan perlawanan yang heroik untuk menentang diskriminasi

§ Giddens: identitas terbangun oleh kemampuan untuk melanggengkan narasi tentang diri, sehingga terbangun suatu perasaan terus menerus tentang kontinuitas biografis, who belongs where or with whom, who belongs and who doesn’t.

Konsep Etnis

Etnis mengacu pada:

§ pembacaan realitas perbedaan bentuk penciptaan, yaitu wacana batas yang bersifat oposisional dan dikotomis, saya tercipta seperti ini dan kamu seperti itu menjadi ‘kami’, ‘mereka’.

§ Suatu konstruksi  pemahaman yang didasarkan atas pandangan dan bangunan sosial. Etnis merupakan konsep relasional yang berhubungan dengan identifikasi diri dan askripsi sosial.

Pendekatan dalam teori etnisitas

1.     Primordialis:

Edward  Shills (1957): ikatan sosial (social bond) dibedakan menjadi: personal, primordial, sacred, civil ties dalam dunia modern pun jenis-jenis ikatan sosial ini tetap bertahan.

Clifford Geertz: ikatan primordial lekat dengan gagasan ‘overpowering’ dan ‘ineffable quality’. Keanggotaan ikatan sosial tersebut cenderung bersifat eksterior, koersif, ‘given’, esensi primordialitas adalah pertanyaan tentang affection.Enam elemen yang membentuk ikatan primordial: ikatan kekerabatan (quasi-kinship), ras bahasa, wilayah, agama dan adat istiadat.

2.     Instrumentalis. Etnisitas dalam pandangan insrumentalis dilihat dalam dua versi:

–           Versi pertama fokus pada kompetisi antar elit untuk memperoleh sumberdaya dan usaha memanipulasi simbol  untuk mendapatkan dukungan massa dan meraih tujuan politik yang hendak dicapai elit  (Brass, 1991; Cohen, 1974)

–           Versi kedua fokus pada strategi elit untuk memaksimalkan pilihan-pilihan rasional dalam ‘given situation’.

ANALISIS

Dengan bantuan pandangan teori- teori di atas, penulis melihat dinamika politik di Jawa Barat mengalami apa yang dinamakan dengan politik identitas. Hal ini dapat dipelajari dari tahapan sejarah Jawa Barat, sebagaimana referensi yang penulis dapatkan dari (sejarah jawa barat dari zaman ke zaman; A. Sobana Hardjasaputra) menyebutkan; “Sejak masa kerajaan hingga kini, di daerah Jawa Barat terjadi berbagai peristiwa sejarah penting yang mengandung berbagai makna pula, sesuai dengan gejolak jamannya. Peristiwa atau moment penting itu di antaranya adalah Kerajaan Tarumanagara (abad ke-5 hingga abad ke-8), Kerajaan Sunda/Pajajaran (abad ke-8 hingga abad ke-16), Kerajaan Galuh (abad ke-8 hingga abad ke-15), dan Kerajaan Sumedang Larang (1580-1620). Pada awal masa kerajaan, ke daerah Jawa Barat masuk pengaruh budaya Hindu-Budha. Sementara itu muncul Kesultanan Cirebon (1479-1809) dan Kesultanan Banten (1552-1832). Dengan berdirinya kedua kesultanan itu, Jawa Barat menjadi salah satu pusat penyebaran agama Islam di Pulau Jawa. Pada abad ke-17, sebagian wilayah Jawa Barat, khususnya daerah Priangan berada di bawah pengaruh kekuasaan Mataram (1620-1677)”.

Sejarah Panjang itulah yang terus digali oleh tiap- tiap etnis dalam mengelompokan mereka secara identitas dan asal usul yang kemudian menjadi pemicu pergerakan- pergerakan untuk memisahkan diri dari Provinsi induk. Penulis melihat adanya romantimisme kejayaan masa lalu ketika Banten, Sunda dan Cirebon (mataram) masih berbentuk Kesultanan.

Faktor bahasa juga menjadi salah satu pemicu politik identitas dimana Bahasa Sunda memiliki pengelompokan- pengelompokan yang disebut dengan bahasa kasar, sedang dan halus. Fakta yang dapat kita lihat, bahwa orang cirebon atau orang banten menolak menggunakan bahasa sunda karna mereka juga bangga atas bahasa dan ke khasan budayanya, sementara orang sunda (bandung) dianggap sebagai masyarakat yang memiliki peradapan budaya yang lebih tinggi dari daerah cirebon atau banten , hal itu terlihat dari kehalusan bahasa yang mereka miliki.

Disamping itu, penulis juga melihat “Faktor kebijakan politik ekonomi” Pemerintahan Provinsi Jawa Barat khususnya Bandung, selama ini semenjak kurun waktu orde baru hinga sekarang masih dirasakan diskriminatif terhadap daerah- daerah di sekelilingnya, hal ini juga bisa dianggap sebagai pemicu terjadinya disintegrasi dimaksud.

Bahkan peran aktor (tokoh) menurut penulis juga menjadi dasar terjadinya letupan- letupan dalam tatanan masyarakat Jawa Barat sebab jika analisa sementara penulis ini benar tentunya kegagalan mantan bupati cirebon dalam pilkada gubernur/wakil gubernur yang lalu, bisa saja menjadi salah satu sebab bertambah kompleksnya persoalan – persoalan kesatuan daerah di Jawa Barat itu sendiri.

PENUTUP

Jika kita kembali membaca informasi www.okeZone.com pada halaman pendahuluan, dikatakan bahwa salah satu alasan mendasar diusulkannya perubahan nama provinsi jawa barat menjadi Provinsi Pasundan adalah sebentuk kekhawatiran para tokoh tokoh Ki Sunda akan pergeseran nilai- nilai budaya sunda diakibatkan oleh pengaruh budaya luar yang semakin mengikis budaya lokal, menurut hemat penulis bukanlah alasan yang relevan.

Bila kita berkaca kepada teori- teori, sejarah dan fakta- fakta yang terjadi di Provinsi tersebut, justru persoalan identitas  dan sejarah masa lalu lah yang menjadi pemicu gerakan- gerakan yang berkeinginan untuk memisahkan diri dari provinsi induk, namun bukan bersumber dari pengaruh budaya luar. Jika penulis tidak gegabah dalam hal ini menyimpulkan, bahwa “Gerakan terhadap perubahan nama provinsi tersebut hanyalah upaya meredam politik identitas dan primordialis sebagai kekuatan baru yang diangap mengancam keutuhan dan stabilitas Provinsi Jawa Barat.

Demikian, paparan singkat yang dapat penulis sampaikan, dengan harapan dapat memperkaya pengembangan nalar dan kepedulian sosial politik bagi penulis di tengah kemajemukan kehidupan berbangsa dan bernegara, dan tentukan penulis berharap peaper ini bukan hanya sebagai salah satu syarat dalam penilaian pada mata kuliah terkait, namun juga menjadi bagian terpenting dari indikator keberhasilan tim pengajar (dosen) yang telah memberi ilmunya kepada kami. Terimakasih

Sumber bacaan/ reverensi :

1. (www.okeZone.com ; Tokoh Jabar Siapkan Deklarasi Provinsi Pasundan ; Kamis, 29 Oktober 2009 ; Oleh :Annas Nasrullah/Koran SI/ful)

2. Hoover – Giddens Williams, 1998;Young, 1990; Taylor,1994:

Tulisan ini penulis buat sebagai peaper mata kuliah Dinamika Politik Lokal yang menjadi syarat dalam mengikuti UTS pada semester gasal 2011 di STIA LAN Jakarta, tentunya analisa serta kesimpulan yang penulis buat masih jauh dari kesempurnaan. Tulisan ini juga bukan bermaksud mendiskreditkan etnis manapun, atau bermaksud memecah persatuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Tapi tulisan ini murni sebuah pandangan individual penulis dalam proses berakademisi. Tentunya masukan dan kritikan yang membangun slalu penulis harapkan dari setiap pembaca guna keobjektifan dan bermanfaatnya tulisan dimaksud.

About Adli

Ketika kerjamu tidak dihargai, maka saat itu kau sedang belajar tentang KETULUSAN. Ketika usahamu dinilai tidak penting, maka saat itu kau sedang belajar KEIKHLASAN. Ketika hatimu terluka sangat dalam, maka saat itu kau sedang belajar tentang MEMAAFKAN. Ketika kau harus lelah dan kecewa, maka saat itu kau sedang belajar tentang KESUNGGUHAN. Ketika kau merasa sepi dan sendiri, maka saat itu kau sedang belajar tentang KETANGGUHAN. Tetap semangat… Tetap sabar… Tetap tersenyum… TUHAN menaruhmu di tempatmu yang sekarang, bukan karena kebetulan. DIA punya maksud untuk hidupmu.

1 responses to “PROVINSI PASUNDAN ; Sebuah Nama Baru Sebagai Upaya Meredam Semangat Politik Identitas Dan Primordialisme Di Jawa Barat

  1. midun ⋅

    kalo mw didnti nama’y,, buat aja propinsi baru,, untuk kalangan orang2 yang berbahasa sunda,,

Tinggalkan komentar